BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Kalam (teologi) adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang
telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah
disiplin-disiplin keilmuan Fiqih, Tasawuf, dan Falsafah. Ilmu Fiqih
membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya mengenai hal-hal lahiriah. Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan
pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya
pun sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah. Kemudian
Ilmu Falsafah membidangi hal hal yang bersifat perenungan dan pemikiran tentang hidup ini dan lingkupnya secara luas, sedangkan ilmu kalam mengarahkan
pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya.
Teologi islam sebagai salah satu dari disiplin ilmu telah tumbuh dan
menjadi bahagian dari tradisi kajian tentang agama islam pada zaman klasik.
Islam memandang perkembangan ilmu ini merupakan bahagian internal kehidupan
seorang muslim secara utuh, karena manusia diharuskan mengembangkan ilmu
seoptimal mungkin. Manusia diberi otonomi penuh untuk mengembangkanya, asalkan
aplikasi dari ilmu itu sesuai dengan ajaran islam yang dilandasi rasa takwa
kepada Allah SWT.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian teologi islam
2.
Kebangkitan islam modern
3.
Tokoh-tokoh teologi islam kontemporer dan berbagai pemikirannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teologi Islam
Teologi Islam merupakan ilmu yang
membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Teologi dalam Islam disebut juga
‘ilm al-tauhid. Kata tauhid
mengandung arti satu atau Esa dan ke-Esaan dalam pandangan Islam, sebagai agama
monoteisme, merupakan sifat terpenting di antara segala sifat-sifat Tuhan.
Selanjutnya teologi Islam disebut juga ‘ilm
al-kalam. Kalam adalah kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam ialah sabda Tuhan maka
teologidalam Islam disebut ‘ilm kalam, karena
soal kalam, sabda Tuhan atau
Al-Qur’an pernah menimbulkan pertentangan-pertentangan keras di kalangan umat
Islam di abad, sehingga timbul penganiayaan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap
sesama muslim.
B. Kebangkitan Islam Modern
Akar hubungan
antara pemikiran islam dengan imperialisme Barat dapat dilacak ketika bara[1]t
menguasai dunia islam pada abad ke 19. Kontak ini memang bukan pertama kali,
karena pada empat abad pertama hijriyah kontak serupa telah terjadi. Dimulai
ketika umat islam dengan percaya diri menerjemah khazanah ilmu dan filsafat
yunani. Kondisi umat islam pada saat tersebut mudah menyerap kebudayaan baru
dan mengembangkannya, sehingga tidak sampai merusak paradigm keislaman umat.
Berbeda dengan abad 19, kondisi umat islam sedang rapuh dan pemikiran baru
dengan mudah masuk sehingga
mengakibatkan rusaknya tatanan keislaman.
Tidak heran jika
kontak mutahir itu mendatangkan kebaikan dan keburukan sekaligus. Mendatangkan
kebaikan karena telah membuat umat tertarik pada teknologi modern tetapi
mendatangkan keburukan karena mengakibatkan keberagamaan umat semakin terpuruk.
Dengan adanya pemikiran islam modern mencerminkan kebebasan pikiran dari setiap
prasangka dan aliran tertentu.
C.
Tokoh-tokoh
teologi islam kontemporer dan bentuk pemikirannya
1. Syekh
Muhammad Abduh sebenarnya bernama asli Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.
Beliau lahir di desa Mahallat Nashr kabupaten Al-Buhairah di Mesir, pada tahun
1849 M. Pemikiran-pemikiran kalam yang membedakan akal dan wahyu menurut Abduh
adalah sebagai berikut:
1.
Membebaskan akal pikiran dari
belenggu-belenggu taqlid yang
menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaiman haknya salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3
Hijrah), sebelum timbulnya perpecahan, yakni memahami langsung dari sumber
pokoknya, yakni Al-Quran.
2.
Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik
yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam
tulisan-tulisan di media massa.
Menurut
Abduh, akal dapat mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1.
Tuhan dan
sifat-sifat-Nya
2.
Keberadaan
hidup di akhirat
3.
Kebahagiaan
jiwa di akhirat
4.
Kewajiban
manusia mengenal Tuhan
5. Kewajiban
manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di
akhirat
6.
Hukum-hukum
mengenai kewajiban-kewaajiban
Menurut
Abduh, selain daya pikir manusia juga mempunyai kebebasan memilih yang merupakan
sifat dasar alami dalam diri manusia. Manusia dengan akalnya mampu
mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya, kemudian mengambil
keputusan dengan kemauannya sendiri, dan kemudian mewujudkan perbuatannya itu
dengan daya yang ada dalam dirinya.
Karena
manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan dalam menentukan
kemauan dan daya untuk muwujudkan kemauan, faham perbuatan yang dipaksakan
manusia tidak sejalan dengan pandangan hidup Muhammad Abduh. Menurutnya manusia
mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan dalam memilih namun tidak memiliki
kebebasan absolut.
2. Muhammad Iqbal, lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia merupakan
seorang filosof eksistensialis. Menurutnya, kemunduran islam disebabkan
kebekuan umat islam dalam pemikiran dan ditutupnya pintu ijtihad. Hal inilah yang dianggapnya sebagai penyimpangan dasar
semangat islam.
Besarnya penghargaan
Iqbal terhadap gerak dan perubahan ini membawa perubahan yang dinamis tentang
Al-Quran dan hukum islam. Tujuan di turunkannya Al-Quran, munurutnya adalah
membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan
nas- nas Al- Quran yang masih global dalam realita. Inilah yang dalam rumusan
fiqh disebut ijtihad yang oleh Iqbal disebutnya sebagai prinsip gerak dalam
struktur islam.
Diantara
pendapat-pendapatnya adalah:
a. Hakikat
Teologi
Secara
umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang dimensi keimanan. Pandangan tentang
teologi membuatnya berhasil melihat anomali
(penyimpangan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik. Teologi asy’ariiyah, umpamanya, menggunakan cara
dan pola pikir ortodoksi islam. Mu’tazilah
sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada akal, yang akibatnya mereka tidak
menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran
keagamaan dari pengalamam kongrit merupakan kesalahan besar.
b. Pembuktian
Tuhan
Dalam
membuktikan eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argumen teleologis maupun ontologis.
Ia juga menolak argumen teliologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan
yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, ia menerima
landasan teleologis yang imanen
(tetap ada). Jadi Iqbal telah menafsirkan Tuhan yang imanen bagi alam.
c. Jati Diri
Manusia
Faham
dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Dapat dilihat
konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu
diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup mengetahui kepribadiannnya serta
menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya. Pada hakikatnya menafikan diri
bukanlah ajaran islam karena hakikat hidup adalah bergerak, dan gerak adalah
perbuatan.
d. Dosa
Iqbal
secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Quran menanpilkan
ajaran tentang ego manusia yang
bersifat kreatif.
e. Surga dan
Neraka
Surga dan neraka, kata Iqbal adalah
keadaan, bukan tempat.
3. Harun Nasution lahir pada hari Selasa, 23 September 1919 di Sumatera. Ia adalah
figure sentral dalam jaringan intelektual yang terbentuk di kawasan IAIN
Ciputat semenjak parih kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di
dalam jaringan itu banyak ditopang oleh kapasitas intelektualnya, juga oleh
kedudukan formalnya sebagai rektor sekaligus salah seorang pengajar di IAIN.
Bentuk-bentuk pemikiran kalam harun nasution
a.
Peranan akal
Besar
kecilnya peranan akal dalam sistem teologi suatu aliran sangat menentukan dinamis
atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam. Ia menulis demikian,
“Akal melambangkan kekuatan manusia”, karena dengan melalui akal, manusia mempunyai
kesanggupan untuk menaklukan hal lain di
sekitarnya.
b.
Pembaharuan teologi
Umat Islam
dengan teologi fatalistik, irasional, pre-determinisme serta penyerahan nasib
telah membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan. Dengan
demikian, jika hendak mengubah nasib umat Islam, umat Islam hendaknya mengubah
teologi mereka menuju teologi yang berwatak rasional serta mandiri. Tidak heran
jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam khasanah Islam
klasik sendiri, yakni teologi Mu’tazilah.
c.
Hubungan akal dan wahyu
Hubungan
wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak
bertentangan. Akal mempumyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an serta tetap
tunduk kepada teks wahyu. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak
untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi pemahaman terhadap teks wahyu sesuai
dengan kecenderungan dan kesanggupannya. Jadi yang mengakibatkan pertentangan
dalam Islam sebenarnya adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal
ulama lain.
4. Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo. Ia berasal dari
keluarga musisi dan aktif mengikuti diskusi kelompok Ikhwan Al-Muslimin. Oleh
karena itu, sejak kecil ia telah mengetahui pemikiran yang dikembangkan
kelompok itu dan aktivitas sosialnya.
Dari sekian
banyak tulisan Hanafi, Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan salah
satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak revolusi 1952. Meskipun baru memuat
tema-tema pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah memformulasikan satu
kecenderungan pemikirn yang ideal tentang bagaimana seharusnya sumbangan agama
bagi kesejahteran umat manusia.
Bentuk-bentuk pemikiran kalam hasan hanafi adalah
a)
Kritik terhadap teologi tradisional
Hanafi menegaskan perlunya mengubah
orientasi perangkat konseptual sistem kepercayaan (teologi) sesuai dengan
perubahan konteks politik yang terjadi. Dan memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang
hadir dalam kehampaan kesejahteraan, melainkan merefleksikan konflik-konflik
social politik.
Teologi
demikian, bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk kepada ilmu.
Tuhan mengungkapkan diri dalam sabda-Nya yang berupa wahyu. Hanafi juga mengemukakan bahwa teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah
pandangan yang benar-benar hidup dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan
konkret umat manusia. Teologi tradisional gagal menjadi semacam ideologi yang sungguh-sungguh fungsional bagi kehidupan nyata masyarakat muslim.
Kegagalan para teolog tradisional disebabkan oleh sikap para penyusun teologi
yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan
manusia. Akibatnya, muncul keterpecahan antara keimanan teoritik dengan amal
praktisnya di kalangan umat.
b)
Rekonstruksi teologi
Menurut Hanafi mungkin untuk
memfungsikan teologi menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini, yaitu
dengan melakukan rekonstruksi dan revisi serta membangun kembali epistimologi
lama yang rancu menuju epistimologi baru yang sahih dan signifikan. Tujuan
rekonstruksi teologi Hanafi adalah menjadikan teologi tidak sekedar paradigma
keagamaan yang kosong, melainkan sebagai
ilmu yang menjadikan keimanan-keimanan tradisional memiliki fungsi secara aktual
sebagai landasan etik dan motivasi manusia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teologi
Islam merupakan ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.
Teologi dalam Islam disebut juga ‘ilm
al-tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa dan ke-Esaan dalam
pandangan Islam, sebagai agama monoteisme, merupakan sifat terpenting di antara
segala sifat-sifat Tuhan.
Teologi Islam merupakan ilmu yang
membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.Pemikiran
islam dengan imperialisme Barat dapat dilacak ketika barat menguasai dunia
islam pada abad ke 19. Kontak ini bukan yang pertama kali, karena pada empat abad pertama
hijriyah kontak serupa telah terjadi.
Daftar Pustaka
Abdillah.2000.Dinamika Islam
Kultural Pemetaan Atas Wacana Keislaman Kontemporer.
Bandung: Mizan
Gibb, H.A.R 1992. Aliran-
Aliran Modern Dalam Islam. Jakarta: rajawali
Halim, A. 2002. Teologi
Islam Rasional, Jakarta: Ciputat Press
Jahja, 1996. Teologi Al-
Ghazali Pendekatan Metodologi, Yogyakarta : Pustaka Belajar Offset
Nasution, Harun. 2008. Teologi
Islam Aliran- Aliran Sejarah Analisa Perbandingan
http://safril-faqat.blogspot.com/2011/01/pemikiran
http://safril-faqat.blogspot.com/2011/01/pemikiran-teologi-ulama-kotemporer.html-teologi-ulama-kotemporer.html
Hanafi. Pengantar Theologi Islam, (cet. 5 –
Jakarta : pustaka al husna, 1989), hal 50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar